INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA (COCO FIBER)
Diposkan oleh paperus di 04:50
PT. PRIMA UTAMA MANDIRI
Jl. Kawasan Industri Kav. 68 Cikarang, Jawa Barat
Telp. (0411)-8698873
No. : .../15/pum -PBDU/II/2009
Tanggal : 05 Oktober 2009
H a l : Permohonan Bantuan Dana Usaha
Kepada
Yth : Kadin Pengembangan Ekonomi Kecil dan Menengah
Jl. A.P. Pettarani No.12
Cikarang – Jawa Barat
Telepon 0411 876543
Dalam menghadapi era perdagangan bebas, sangat dibutuhkan peningkatan persaingan pasar guna meningkatkan perekenomian yang lebih seimbang serta peningkatan sumber daya manusia.
Menanggapi hal tersebut, PT. Prima Utama Mandiri bermaksud menambah perluasan modal untuk lebih meningkatkan hasil tambak dan juga tenaga kerja.
Bersama ini kami sampaikan permohonan proposal bantuan modal sebesar Rp.594.428.500, untuk ekspandi perusahaan.
Sebagai bahan pertimbangan bagi Bapak bersama ini,kami lampirkan sebagai berikut :
1. Foto Copy Surat Izin Domisili
2. Foto Copy SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
3. Foto copy NPWP
4. Foto copy Sertifikat Tanah Hak Milik
5. Foto copy IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
6. Foto Copy Kartu Keluarga
7. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Besar harapan kami permohonan ini dapat terealisir sesuai dengan kebutuhan yang tertera pada proposal.
Atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami
PT. Prima Utama Mandiri
Ridwan Mangkubumi
Direktur
Data Perusahaan
1. Nama Perusahaan : PT “Prima Utama Mandiri”
2. Bidang Usaha : Industri
3. Jenis Produk : Industri Pembuatan Serat Kelapa
4. Alamat Perusahaan : Jl. Kawasan Industri Kav.68, , Cikarang, Jawa barat
5. Nomor Telepon : (0411)-876543
Data Pemilik
1. Nama Pemilik : Ridwan Mangkubumi
2. Jabatan : Direktur
3. Tempat tanggal lahir : Bandung, 23 Oktober 1978
4. Alamat Rumah : Jl. Kawasan Industri No.68 Cikarang, Jawa barat
5. Nomor Telephon : 085299242183
Struktur Organisasi :
Direktur : Ridwan Mangkubumi
Kepala Bag.Pemasaran : Laksmana, ST.
Kepala Bag. Administrasi : Lili Sugiarti S.E.
Bendahara : Lenny Armika, S.E.
Karyawan : 35 Orang
USAHA PRODUKSI SERAT SABUT KELAPA (COCO FIBER)
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.
Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain.
Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.
Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca.
Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan.
Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan pihak perbankan, investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga memudahkan semua pihak dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini. Oleh karena itu, untuk mengembangkan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini, PT. Prima Utama Mandiri sangat mengharapkan bantuan dari pihak perbankan.
ASPEK PEMASARAN
HARGA
Berdasarkan studi kasus di Kabupaten Bone harga serat sabut kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp. 500 - Rp.600 per Kg, sedangkan harga di tingkat pembeli di Makassar dan kota-kota besar berkisar antara Rp. 900 - Rp. 1200 per Kg, yang tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan.
Harga serat sabut kelapa di pasaran ekspor adalah sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga CIF di negara tujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan dengan serat sabut kelapa ex. India, yang bernilai sekitar US $ 290 - 320 per ton (FOB), akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitu sebesar US $ 220 - 270 per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan harga mattress fiber produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan harga dalam periode 1997 - 1999, yaitu rata-rata sebesar 3 persen per tahun.
PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR
Potensi persaingan industri serat sabut kelapa dapat ditinjau dari aspek persaingan produk substitusi dan persaingan industri sejenis. Dari aspek persaingan produk substitusi, khususnya sebagai bahanbaku untuk industri jok kursi (mobil dan rumah tangga), dash board mobil, tali dan produk sejenis, serat sabut kelapa menghadapi persaingan dengan industri produk sintetis seperti karet busa dan plastik. Walaupun demikian, karakteristik fisika-kimia serat sabut kelapa yang spesifik dan biodegradable serta berfungsi sebagai heat retardant menjadikan serat sabut kelapa mempunyai fungsi yang spesifik yang tidak dapat digantikan oleh produk sintetis. Selain itu kesadaran konsumen terhadap kelestarian akan lingkungan dan kecenderungan untuk kembali menggunakan produk alami, menyebabkan serat sabut kelapa mempunyai peluang pasar dan mampu bersaing dengan produk-produk sintetis. Selain itu karakteristik fisika-kimia serat sabut kelapa menjadikan serat sabut kelapa berpotensi sebagai bahan bakuuntuk pengembangan produk industri seperti geotextile.
Dari aspek persaingan industri sejenis, serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negara-negara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan Philipina.
Ditinjau dari kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalam perdagangan dunia, serat sabut kelapa Indonesiamempunyai keunggulan komparatif (potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yang besar. Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan dan pengembangan teknologi proses sehingga menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan pasar.
JALUR PEMASARAN PRODUK
Rantai pemasaran serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat pada Grafik 3.1. Usaha kecil serat sabut kelapa secara umum tidak dapat langsung memasarkan produknya kepada eksportir sabut kelapa. Hal ini karena persyaratan mutu produk usaha kecil masih belum dapat memenuhi persyaratan mutu yang diinginkan. Selain itu, ketiadaan fasilitas mesin pengepress sabut - menyebabkan biaya transportasi per Kg produk untuk dipasarkan langsung ke eksportir menjadi mahal dan tidak layak.
Grafik 3.1. Rantai Tataniaga Serat Sabut Kelapa
FASILITAS PRODUKSI
Proses produksi serat sabut kelapa secara teknologi relatif sederhana dan menggunakan mesin / peralatan yang sudah diproduksi oleh produsen mesin peralatan di dalam negeri. Produsen mesin peralatan untuk produksi serat sabut kelapa diperoleh dari wilayah Jawa. Secara umum fasilitas produksi utama yang dibutuhkan adalah mesin pengurai dan pemisah serat dari sabut kelapa, fasilitas penjemuran atau mesin pengering, dan alat press serat sabut kelapa dan serbuk gabus sabut kelapa.
BAHAN BAKU
Bahan baku industri serat sabut kelapa adalah sabut kelapa yang merupakan hasil samping dari usaha perdagangan buah kelapa untuk konsumsi rumah tangga serta industri pengolahan kopra atau minyak kelapa. Bahan baku ini secara umum terdapat secara melimpah di daerah sentra produksi buah kelapa, terutama di kabupaten Bone, Sinjai, Bulukumba, Selayar dan Soppeng.
Bahan baku sabut kelapa yang diinginkan adalah yang berasal dari buah kelapa dalam dengan tingkat kematangan yang sesuai untuk pembuatan minyak kelapa atau kopra.
TENAGA KERJA
Secara relatif industri serat sabut kelapa merupakan industri yang bersifat padat karya terutama untuk industri yang masih menggunakan teknologi proses yang sederhana. Untuk industri seperti ini, kebutuhan tenaga kerja terbesar adalah pada tahap sortasi dan pembersihan serat dari butiran gabus, yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Tingkat keterampilan yang sederhana diperlukan untuk tenaga kerja yang bertugas sebagai operator mesin/peralatan yang relatif dapat dilatih dengan mudah. Tingkat keterampilan yang lebih tinggi diperlukan untuk operator perawatan dan perbaikan mesin, khususnya mesin penggerak. Berdasarkan studi kasus di wilayah Kabupaten Ciamis, setiap unit usaha industri serat sabut kelapa membutuhkan tenaga kerja dengan status operator mesin sekitar 5 - 6 orang dan tenaga kerja sortasi dan pembersihan sekitar 20 - 30 HOK per hari.
ASPEK PRODUKSI
PROSES PRODUKSI
Proses produksi serat sabut kelapa secara garis besar dapat dilihat pada Grafik 4.1.
1. Persiapan Bahan
Pada tahap persiapan, sabut kelapa yang utuh dipotong membujur menjadi sekitar lima bagian, kemudian bagian ujungnya yang keras dipotong. Sabut tersebut kemudian direndam selama sekitar 3 hari sehingga bagian gabusnya membusuk dan mudah terpisah dari seratnya, dan kemudian ditiriskan.
Praktek proses produksi yang dilakukan oleh pengusaha kecil di lokasi studi tidak melaksanakan tahap persiapan bahan, akan tetapi sabut kelapa langsung diproses.
2. PelunakanSabut
Pelunakan sabut secara tradisionil dilakukan manual, yaitu dengan cara memukul sabut dengan palu sehingga sabut kelapa menjadi lebih terurai. Pada tahap ini sudah dihasilkan hasil samping berupa butiran gabus. Secara modern, pelunakan sabut dilakukan dengan menggunakan mesin pemukul yang disebut mesin double cruiser atau hammer mill. Seperti halnya dengan tahap perendaman, usaha kecil di lokasi studi tidak melaksanakan tahap pelunakan sabut ini, akan tetapi sabut langsung dimasukkan ke dalam mesin pemisah serat (defifibring machine).
3. Pemisahan Serat.
Pada tahap ini, sabut kelapa dimasukkan ke dalam mesin pemisah serat untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Komponen utama mesin pemisah serat atau defifibring machine adalah silinder yang permukaannya dipenuhi dengan gigi-gigi dari besi yang berputar untuk memukul dan "menggaruk" sabut sehingga bagian serat terpisah. Pada tahap ini dihasilkan butiran-butiran gabus sebagai hasil samping.
4. Sortasi/Pengayakan
Pada tahap ini bagian serat yang telah terpisah dari gabus dimasukkan ke dalam mesin sortasi untuk memisahkan bagian serat halus dan kasar. Mesin sortasi atau pengayak (refaulting screen) adalah berupa saringan berbentuk cone yang berputar dengan tenaga penggerak motor.
Sortasi dan pengayakan juga dilakukan pada butiran gabus dengan menggunakan ayakan atau saringan yang dilakukan secara manual, sehingga dihasilkan butiran-butiran halus.
JENIS DAN MUTU PRODUK
Jenis produk yang dihasilkan dari industri pengolahan serat dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : (1) Serat Sabut Kelapa (Gambar 4.1) dan (2) Butiran Gabus.
Mutu serat sabut kelapa atau Coconut Fibre, ditentukan oleh warna, persentase kotoran, kadar air, dan proporsi antara bobot serat panjang dan serat pendek. Spesifikasi mutu produk serat yang diekspor oleh salah satu perusahaan eksportir di Jakarta adalah:
1. Kadar air <>
2. Kandungan gabus: <>
3. Panjang serat ( 2- 10 cm) 30 %
4. Panjang serat (10 - 25 cm) 70 %
5. Ukuran Bale 70 x 70 x 50 cm
6. Bobot /Bale 50 Kg /Bale
Gambar 4.1. Produk Coco Fiber (Serat Sabut Kelapa)
Butiran gabus yang dikenal dalam perdagangan sebagai Coconut Peat mutunya ditentukan oleh kandungan benda asing, ukuran butiran, kadar air, dan kandungan mineral. Spesifikasi mutu Coconut Peat yang diekspor oleh salah satu perusahaan eksportir di Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Tidak mengandung kandungan kimia
2. Bebas dari weed dan seeds
3. Kadar air <20>
4. pH 5,98
5. EC 0,60 mS/cm
6. NaCl 0.54%
7. NH4 0.08%
8. Ca: 0.45%
9. SO4: 0.00%
10 P: 0.00%
5. gabus.
6. Pembersihan dan Pengeringan.
7. Tahap pembersihan dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang masih menempel pada bagian serat halus yang telah terpisah dari bagian serat kasar. Tahap ini dilakukan secara manual. Tergantung kepada tingkat kekeringan serat dan butiran gabus, proses pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering.
8. Serat sabut kelapa yang sudah bersih dan kering kemudian dipak dengan menggunakan alat press. Ukuran kemasan adalah sekitar 90 x 110 x 45 cm. Secara tradisional, pemadatan serat dilakukan secara manual dengan cara diinjak yang menghasilkan bobot setiap kemasan hanya sekitar 40 Kg. Dengan menggunakan mesin press bobot setiap kemasan mencapai sekitar 100 Kg.
Khusus untuk bagian butiran gabus, wadah kemasan adalah karung, dan setiap kemasan menampung sekitar 100 lt. Pada tingkat usaha kecil pemadatan butiran gabus dengan menggunakan alat press tidak dilakukan.
ASPEK PRODUKSI
PRODUKSI OPTIMUM
Tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutama ditentukan oleh kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayak serta jam kerja mesin atau jumlah shift kerja. Seperti halnya industri manufaktur yang lain, maka kapasitas mesin pada setiap tahapan atau rangkaian proses produksi harus seimbang (balance). Rata-rata kapasitas mesin maksimum adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8 jam/hari). Pada kondisi kapasitas tersebut usaha menjadi tidak menguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi berada di bawah 350 kg serat per hari dengan parameter teknis dan biaya adalah tetap. Semakin besar tingkat produksi sampai batas maksimum kapasitas mesin, maka tingkat keuntungan dan kelayakan usaha semakin baik.
KOMPONEN BIAYA
Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri pengolahan serat sabut kelapa.
Perhitungan aspek keuangan terdiri dari dua skenario berdasarkan kelengkapan alat dan proses yang digunakan, yang berimplikasi kepada total kebutuhan dana, kapasitas, kualitas dan harga produk serta jangkauan pasar. Skenario teknologi -1, usaha dilengkapi dengan mesin pengering dan mesin pengepress, dengan kapasitas usaha yang lebih besar yaitu 1500 kg serat per hari. Pada skenario -2, pengeringan dengan cara penjemuran dan pengepressan dilakuan secara manual. Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha industri serat sabut kelapa di daerah penelitian serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka.
Tabel 5.1. Asumsi Parameter Teknis Dan Keuangan.
No
Uraian
Teknologi-1
Teknologi-2
1
Bunga Kredit
24%
24%
2
Modal Sendiri
35%
35%
3
Kredit
65%
65%
4
Masa Pengembalian Kredit Investasi (tahun)
5
5
5
Masa Pengembalian Kredit Modal Kerja (tahun)
3
3
6
Umur Proyek (Tahun)
15
15
7
Rendemen Produksi:
1.Coco Fibre (Kg/butir sabut)
0,125
0,125
o. Bobot/Kemasan press (Kg/kemasan)
100
40
2. Coco Peat (Lt/butir sabut)
1,2
1,2
o. Bobot/Kemasan press (lt/kemasan)
120
120
8
Kapasitas produksi / hari (kg serat)
1500
600
9
Hari Kerja /Bulan (hari)
20
20
10
Bulan Kerja / tahun (bulan)
12
12
11
Kapasitas per tahun (Vol)
Coco Fibre (kg/tahun)
360.000
144.000
Coco Peat (lt)
3.456.000
1.382.400
12
Kapasitas per tahun (Kemasan)
Coco Fibre (kemasan)
3.600
3.600
Coco Peat (kemasan)
28.800
11.520
Komponen biaya usaha industri pengolahan mencakup biaya investasi dan biaya operasi usaha. Biaya investasi mencakup (1) pengadaan alat dan mesin, (2) bangunan, dan (3) modal kerja. Modal kerja direncanakan untuk kebutuhan dana operasi selama 4 bulan. Perincian kebutuhan biaya investasi dan biaya operasi usaha yang dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap dilihat padaLampiran 1 an Lampiran 2. Pada Tabel 5.2 disajikan total kebutuhan biaya untuk setiap skenario rencana usaha.
PENDAPATAN
Pendapatan usaha industri serat sabut kelapa diperoleh dari produk utama, yaitu serat dan hasil samping berupa gabus yang dikenal sebagai Coco Peat. Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas 80% dan pada tahun kedua kapasitas 90%, dan pada tahun ke tiga dan seterusnya beroperasi pada kapasitas 100%. Perincian tentang rencana produksi, penerimaan dan proporsi penerimaan usaha selama umur proyek disajikan pada Lampiran 3.
Pada skenario teknologi -1, kelengkapan mesin dan peralatan menyebabkan usaha diproyeksikan mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang dapat diterima atau dipasarkan langsung ke konsumen industri pengguna atau eksportir. Pada skenario teknologi -2, teknologi yang sederhana menyebabkan produk yang dihasilkan tidak mempunyai mutu yang dapat diterima langsung oleh industri pengguna atau eksportir. Perbedaan skenario teknologi berimplikasi kepada biaya produksi dan harga produk dengan proyeksi pendapatan dan keuntungan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 .
Berdasarkan informasi yang disajikan pada Lampiran 4, secara garis besar proyeksi pendapatan dan keuntungan/kerugian usaha dapat dilihat pada Tabel 5.3.Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.3 sertaLampiran 4, keuntungan usaha industri pengolahan serat sabut kelapa dengan teknologi proses yang lebih baik dan pemasaran langsung ke industri pengguna atau eksportir memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi yang lebih sederhana (Teknologi-2).
Analisa sensitivitas usaha dilakukan dengan mencoba menurunkan harga jual produk, kenaikan biaya variabel dan biaya tetap masing-masing sebesar 10 persen. Hasil analisis seperti ditunjukkan data pada Tabel 5.4. menyatakan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual produk. Apabila dibandingkan antara skenario teknologi-1 dan teknologi-2, maka usaha industri dengan teknologi - 2 relatif sangat rentan terhadap perubahan kondisi usaha, yang dalam hal ini adalah harga jual, biaya variabel dan biaya tetap. Persentase perubahan indikator-indikator kelayakan usaha akibat perubahan harga jual dan biaya usaha dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 5.4. Indikator Profitabilitas dan Sensitivitas Industri Serta Sabut Kelapa .
No
Uraian
NPV (21%)
PBP (th)
IRR
Net B/C
Rata-rata Profit on Sale
Rata-rata BEP
Teknologi - 1
1
Basis
607.826.671
3.5
55,08%
2.15
31,82%
30,38%
2
Harga Jual ( - 10%)
388.451.450
4.5
44,56%
1.73
25,91%
36,70%
3
Biaya Variabel(+10 %)
516.770.951
3.5
50,91%
1.98
28,25%
32,75%
4
Biaya Tetap (+10 %)
567.964.290
3.5
53,15%
2.07
30,32%
30,38%
Teknologi-2
1
Basis
126.572.975
3.5
55,44%
2.10
21,45%
28,09%
2
Harga Jual ( - 10%)
66.397.985
5.5
41,33%
1.58
14,29%
37,93%
3
Biaya Variabel(+10 %)
90.049.539
3.5
47,26%
1.78
16,23%
33,42%
4
Biaya Tetap (+10 %)
119.846.947
3.5
53,88%
2.04
20,52%
33,42%
Pola Pembiayaan Usaha Coco Fiber (Serat Sabut Kelapa)
Lampiran 6. Analisa Sensitivitas
No
Uraian
NPV (21%)
PBP (th)
IRR
Net B/C
Rata-rata Profit on Sale
Rata-rata BEP
Teknologi - 1
1
Basis
607,826,671
3.5
55.08%
2.15
31.82%
30.38%
2
Harga Jual ( - 10%)
388,451,450
4.5
44.56%
1.73
25.91%
36.70%
3
Biaya Variabel(+10 %)
516,770,951
3.5
50.91%
1.98
28.25%
32.75%
4
Biaya Tetap (+10 %)
567,964,290
3.5
53.15%
2.07
30.32%
30.38%
Teknologi-2
1
Basis
126,572,975
3.5
55.44%
2.10
21.45%
28.09%
2
Harga Jual ( - 10%)
66,397,985
5.5
41.33%
1.58
14.29%
37.93%
3
Biaya Variabel(+10 %)
90,049,539
3.5
47.26%
1.78
16.23%
33.42%
4
Biaya Tetap (+10 %)
119,846,947
3.5
53.88%
2.04
20.52%
33.42%
ASPEK SOSIAL EKONOMI
Manfaat Sosial Ekonomi
Bahan baku sabut kelapa merupakan hasil samping dari industri pengolahan kopra atau petani / pedagang buah kelapa. Keberadaan industri pengolahan serat ini menjadikan hasil samping sabut kelapa memberikan nilai ekonomis yang lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani/pedagang buah kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku industri sehingga menjadi komoditi perdagangan menyebabkan terbukanya kesempatan kerja baru, yaitu dalam bentuk adanya pedagang pengumpul sabut kelapa serta usaha jasa transportasi.
Karakteristik usaha kecil industri pengolahan sabut kelapa secara umum tidak sepenuhnya menggunakan mesin / peralatan dalam proses produksinya, khususnya pada tahap pembersihan, penyaringan dan pengeringan. Pada kondisi teknologi produksi tersebut, usaha ini membutuhkan tenaga kerja paling sedikit sekitar 20 - 30 HOK, dengan jam kerja sekitar 6 - 8 jam per hari.
Manfaat Regional
Secara umum keberadaan dan pengembangan industri serat sabut kelapa memberikan dampak yang positif bagi wilayah. Terbukanya peluang kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus peningkatan pendapatan daerah merupakan dampak positif bagi pengembangan industri serat sabut kelapa.
Serat sabut kelapa merupakan komoditi ekspor, sehingga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan devisa negara dan sekaligus juga menghemat devisa. Oleh karena serat sabut kepala merupakan bahan baku bagi industri matras, jok mobil, tali dan lain-lain, maka pengembangan industri ini dapat mendorong berkembangnya industri pengguna serat sabut kelapa.
Demikianlah permohonan ini kami ajukan, semoga mendapat perhatian dan bantuan dari Pihak Perbankan untuk mengembangkan usaha dan produktivitas kami.
Cikarang, 05 Oktober 2009
PT.Prima Utama Mandiri
Ridwan Mangkubumi
Direktur
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PROPINSI JAWA BARAT KOTA CIKARANG
SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP)MENENGAH
NOMOR : 1230 -153 / 2024/PM/IV/2005
1. Nama Perusahaan : PT PRIMA UTAMA MANDIRI
2. Merek (milik sendiri/lisensi) : MILIK SENDIRI
3. Alamat Perusahaan : JL. KAWASAN INDUSTRI KAV.68
CIKARANG, JAWABARAT
4. Nama Pemilik / Penanggung Jawab : RIDWAN MANGKUBUMI
5. ALAMAT Pemilik : JL. KAWASAN INDUSTRI NO.68 RT.D.RW.17 CIKARANG
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : 1.562.778.8-985
7. Nilai modal dan kekayaan bersih Perusahaan seluruhnya tidak termasuk
Tanah dan Bangunan tempat Usaha : Rp. 500.000.000,-(Lima ratus juta rupiah)
8. Kegiatan Usaha : PERDAGANGAN BARANG
9. Kelembagaan : PERDAGANGAN BESAR
10. Bidang Usaha 10. Bidang Usaha : BUDI DAYA PETERNAKAN, PERIKANAN,DAN PERKEBUNA
11. Jenis Barang.Jasa 11. Jenis perdagangan Utama : PRODUKSI SERAT SABUT KELAPA
SIUP ini diterbitkan dengan ketentuan :
PERTAMA : Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) ini berlaku untuk melakukan kegiatanUsaha
Perdagangan di seluruh Wilayah Republik Indonesia selama perusahaan masih menjalankan kegiatan Usaha Perdagangan.
KEDUA : Pemilik / Penanggung Jawab wajib menaympaikan laporan kegiatan usaha perdagangannya dua kali dalam setahun dengan jadwal untuk semester pertama paling lambat tanggal 31 Juli dan untuk semester kedua paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya bagi SIUP Menengah dan Besar atau bagi SIUP Kecil satu kali dalam setahun, selambat-lambatnya tanggal 31 Januari tahun berikutnya.
KETIGA : Tidak untuk melakukan kegiatan usaha selain yang tercantum dalam SIUP ini.
Dikeluarkan di : Cikarang
Pada tanggal : 20 April 2005
Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Kota Cikarang
Kepala,
Drs. Indra Kurniawan
NIP. 070005483
Senin, 26 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar